
Mengenal Lebih Dekat Sentra Shuttlecock Serengan Langsung ke Pusat Pengrajin Berkualitas di Kota Solo
Shuttlecock merupakan salah satu pilar ekonomi yang menopang Kelurahan Serengan. Berdirinya sentra ini dimulai sejak tahun 1980-an, awal berdirinya sentra ini diawali dengan 4 pengrajin yang berlatih pada Kelurahan Tipes. Keempat pengrajin tersebut tidak hanya belajar membuat shuttlecock, tetapi juga memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bekerja sambil mengumpulkan modal usaha.
Setelahnya, mereka memutuskan untuk memulai usaha secara mandiri. Berbekal keterampilan dan pengalaman yang telah diperoleh, mereka membuka usaha pembuatan shuttlecock sendiri di wilayah Kelurahan Serengan. Usaha tersebut berkembang dan mulai menarik minat masyarakat sekitar untuk ikut terlibat. Aktivitas produksi yang terus meningkat, serta kualitas produk yang semakin baik, menjadikan Kelurahan Serengan sebagai salah satu sentra shuttlecock yang cukup dikenal.
Kelurahan yang berlokasi di tengah Kota Solo ini menghasilkan lebih dari 1000 slop setiap minggunya, dengan hasil rata rata 10 hingga 15 slop untuk satu pengrajin dalam sehari. Industri shuttlecock sendiri memiliki 17 Pengusaha dan lebih dari 100 pengrajin dengan berbagai sistem yang diterapkan.
Sistem produksi yang beragam, meliputi para pengrajin yang sudah memiliki merek shuttlecock sendiri seperti Anakmas, Adinda, T3, Finna, Liverpool, dan Chelsea, sudah memiliki dan dapat merekrut karyawan. Disandingkan dengan yang masih belum bisa secara masif memproduksi atau belum memiliki merek, menggunakan cara menjual putihan yang tidak dicantumkan logo lalu dijual kepada produsen sesuai permintaan.
Produksi yang sudah dijalankan dari tahun ke tahun, menjadikannya salah satu industri yang diandalkan oleh puluhan kepala keluarga. Pembuatan shuttlecock yang masih diproduksi secara manual ini menjadi salah satu ciri keunikan yang dimiliki para pengrajin Kelurahan Serengan. Pembuatan shuttlecock memakan waktu yang cukup lama, mencapai 12 hingga 14 jam per hari.
“Dalam prosesnya apabila satu pengrajin bekerja dari pagi hingga sore bisa mencapai 10 slop dalam sehari, akan tetapi disini sangat wajar untuk bekerja lembur hingga tengah malam dan dapat mencapai 15 slop per harinya”ujar ujar Sapto Santoso, salah satu pengrajin shuttlecock dan dan humas dari organisasi KUBE Makam Bergolo “SELARAS”. Organisasi tersebut bertujuan untuk menggabungkan potensi ekonomi lokal melalui aktivitas produksi shuttlecock.
Dalam pengerjaannya dibutuhkan banyak tenaga kerja pada tiap proses. Pembuatan shuttlecock melewati tahapan 9 tahapan sebelum menjadi satu buah shuttlecock. Beberapa tahapan dari Beberapa tahapan dari proses pembuatan pembuatan dinilai sulit oleh para pengrajin, seperti proses, seperti proses morem yang diartikan sebagai pengguntingan bulu dengan ukuran 3 jari, setelah itu masuk pada proses yang bernama ngeluk yang mana merupakan tahapan pelurusan bulu menggunakan kuningan panas. yang mana merupakan tahapan pelurusan bulu menggunakan kuningan panas.
Sentra shuttlecock ini juga juga menerima permintaan pesanan, seperti souvenir pernikahan, permintaan putihan, juga yang lain. Biaya yang ditetapkan dari masing masing pengrajin bervariasi tergantung dari kualitasnya. Yang paling murah terdapat shuttlecock daur ulang untuk anak anak yang biayanya dimulai dari Rp. 20.000. Sedangkan untuk kualitas diatas itu dikenakan biaya yang lebih bervariasi mulai Rp. 70.000 hingga Rp. 125.000, yang dilihat dari bulu yang dipakai. Pemilihan bulu terdapat 3 grade, dan dibagi menjadi bulu ayam kampung dan ayam potong. Semakin rendah grade bulu ayam (Grade 1) semakin mahal.
Sentra shuttlecock pada Kelurahan Serengan membuka peluang ekonomi sekitar, diharapkan industri ini terus berkembang dan mendapat banyak apresiasi, baik dari masyarakat maupun pihak luar.